Selasa, 21 Mei 2013

EKOSISTEM MANGROVE

Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia. (Dikutip dari : Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ekosistem Mangrove, Tarsoen Waryono) Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000). Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Ciri dan Karakteristik Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove hanya didapati di daerah tropik dan sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut: (a). Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang; (b). Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri; (c). Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur; (d). Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC; (e). Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt; (f). Arus laut tidak terlalu deras; (g). Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat; (h). Topografi pantai yang datar/landai. Habitat dengan ciri-ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di daerah-daerah pantai yang dangkal, muara-muara sungai dan pulau-pulau yang terletak pada teluk. Fungsi Dan Kerusakan Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitasnya (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisi (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: (a). Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya; (b). Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut; (c). Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya; (d). Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik; (e). Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove; (f). Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu; (g). Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi . Secara umum, ekosistem mangrove mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang rendah. Di Indonesia tercatat 120 jenis tumbuhan mangrove dan 90 jenis di antaranya ditemukan di Jawa. Keanekaragaman faunanya untuk Pulau Jawa informasinya masih terpisah-pisah. Balen (1988) mencatat 167 jenis burung terestrial di ekosistem mangrove Pulau Jawa; di Cagar Alam Muara Angke ditemukan 43 jenis burung (Atmawidjaja & Romimohtarto, 1999), di ekosistem mangrove Teluk Naga ternyata 23 jenis burung air yang memilih daerah tersebut sebagai tempat mencari pakan (Widodo & Hadi, 1990), di ekosistem mangrove delta sungai Cimanuk, menurut Mustari (1992) tercatat 28 jenis burung air (12 jenis burung wader migran dan 11 jenis di antaranya termasuk jenis burung yang dilindungi), di kawasan pantai timur Surabaya dengan luas 3.200 hektar, menurut Anonymous (1998) ekosistem mangrove yang ada mampu mengakumulasi logam berat pencemar dan sebagai tempat persinggahan 54 jenis burung air dan burung migran; di ekosistem mangrove Tanjung Karawang ditemukan 52 jenis burung (Sajudin et al., 1984), 3 jenis tikus (Munif et al., 1984), 7 jenis moluska, 14 jenis krustasea (Hakim et al., 1984), dan 9 jenis nyamuk (Rusmiarto et al., 1984); di daerah mangrove Pulau Pari tercatat 24 jenis ikan (Hutomo & Djamali, 1979) dan 28 jenis krustasea (Toro, 1979), di pantai barat Pulau Handeleum ditemukan 12 jenis Gastropoda mangrove dan 20 jenis di pantai utara Pulau Penjaliran (Yasman, 1999); di Pulau Dua, Pulau Rambut dan Tanjung Karawang ditemukan 6 jenis ular (Supriatna, 1984). (Dikutip dari http://www.irwantoshut.com) Seperti ekosistem pada umumnya, ekosistem mangrove memiliki aliran rantai makanan, materi, dan energi yang spesifik dan berbeda dengan ekosistem lainnya. Hal itu dikarenakan ekosistem mangrove ditinggali oleh flora dan fauna yang khas seperti telah dijelaskan sebelumnya. Berikut contoh gambar ekosistem mangrove di berbagai tempat : 







Contoh aliran energi dan rantai makanan pada ekosistem mangrove :


BAGAN ALIR RANTAI MAKANAN DAN ALIRAN ENERGI PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU JAWA


BAGAN ALIR EKOSISTEM MANGROVE





sumber : http://hendrasurianta.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove/

0 komentar:

Posting Komentar